5 Mar 2013
Sodom
dan Gomora
(Edi
Suranta Ginting)
--------------------------------------
Pendahuluan
Sodom dan Gomora adalah dua dari empat kota yang
terletak di Lembah Sungai Yordan. Lot, keponakan Abraham telah memilih untuk
tinggal di kota Sodom. Kota ini berkembang menjadi kota yang tidak terkendali,
khususnya di bidang moral. Penduduk Sodom seakan-akan tidak tahu bahwa ada
Allah yang akan menghakimi setiap perbuatan manusia. Mereka melakukan apa saja
yang dapat memuaskan hasrat kedagingan mereka. Akhirnya, Allah menghancurkan
kota itu dengan belerang dan api.
Istilah Sodom berkembang dan mendapat makna
konotatif-negatif. Makna konotatif-negatif pertama berkaitan dengan keadaan
suatu masyarakat yang bebas (tanpa norma agama) dalam melakukan kegiatan
seksual. Yang kedua berhubungan dengan tindakan seksual yang dilakukan secara
tidak normal atau homoseksual.
Tanah Karo atau Kabupaten Karo adalah salah satu
pusat gereja di Sumatera Utara. Ungkapan yang dikenakan pada daerah ini ialah
Tanah Karo Simalem. Ungkapan ini adalah pengakuan dan sekaligus harapan yang
demikian luhur untuk tanah kelahiran orang-orang Karo. Simalem bermakna ‘yang
menyenangkan hati’ atau ‘damai, baik, tenang, atau baik’. Oleh karena itu,
setiap orang Karo, khususnya yang merantau, akan selalu rindu untuk melihat
atau kembali ke Tanah Karo Simalem. Kemalemen Tanah Karo sedemikian mengikat
hati orang Karo, sehingga mereka selalu rindu berada di Tanah Karo Simalem.
Akan tetapi, pada tahun-tahun terakhir ini, Tanah
Karo Simalem mendapat guncangan yang sangat menguatirkan. Media-media
melaporkan bahwa warga Tanah Karo menjadi pengidap HIV/AIDS tertinggi di
Sumatera Utara. Ada 345 orang yang terdata mengidap penyakit yang mengerikan
tersebut. Biasanya, karena penyakit itu memalukan, banyak orang yang mengidap
penyakit itu menyembunyikan diri. Oleh karena itu, ada yang menduga bahwa
mungkin saja penderita penyakit itu berjumlah ribuan orang di Tanah Karo.
Di samping penyakit itu, kita juga membaca di media
massa bahwa judi kembali marak di Tanah Karo, peredaran dan pemakaian narkoba,
dan tempat-tempat prostitusi. Judi, narkoba, dan prostitusi adalah penyakit
sosial. Oleh karena itu, penyembuhannya harus dimulai dari perubahan perilaku
masyarakat. Per laku hidup yang tidak sesuai dengan norma-norma budaya dan
agama harus ditinggalkan. Tentu saja, lembaga yang paling kompeten dalam hal
ini ialah gereja.
Keadaan Tanah Karo bisa dikaitkan dengan Sodom dan
Gomora. Kaitannya karena perilaku masyarakat yang mengandung kemiripan dengan
masyarakat Sodom yang bebas tanpa norma budaya dan norma agama.
Sodom dihukum Allah karena perilaku mereka yang
bertentangan dengan peraturan Tuhan. Bila Tuhan bisa menghukum Sodom, maka
Tuhan juga bisa menghukum Tanah Karo. Supaya hukuman tidak terjadi, maka orang
Karo harus berubah sikap dan meninggalkan perilaku bebas tanpa nilai-nilai
moral dan kembali beribadah dengan setia kepada Tuhan Yesus.
Sodom dan Gomora (Kejadian 18: 16—19: 29)
Firman Tuhan
mengatakan bahwa banyak sudah keluh kesah orang terhadap keadaan Sodom dan
Gomora. Dosa mereka sudah sangat berat (Kej. 18: 21). Akan tetapi, Tuhan ingin
melihat langsung kebenaran dari keluh kesah orang tersebut dengan mengutus
malaikatnya ke Sodom dan Gomora (Kej. 18: 21).
Dalam perjalanan
menuju ke Sodom dan Gomora itu, malaikat Tuhan berdampingan dengan Abraham.
Karena sudah diberitahukan rencana penghukuman terhadap Sodom dan Gomora, maka
Abraham memberanikan diri untuk membela Sodom dan Gomora dari rencana
penghancuran itu. Abraham mengatakan kepada malaikat Tuhan itu, “Bila ada sepuluh
orang benar, apakah Engkau akan menghancurkan kota itu?” Malaikat Tuhan
menjawab bahwa bila ada sepuluh orang benar
di Sodom dan Gomora, maka Allah tidak akan menghancurkan kota itu. (Kej.
18: 32).
Malaikat Tuhan itu
melanjutkan perjalanan mereka ke Sodom dan mereka tiba pada waktu petang. Lot
yang melihat kedua malaikat itu menyambut dan mendesak malaikat itu untuk
mampir ke rumahnya.
Selesai makan, sebelum
tidur, tiba-tiba rumah Lot dikepung oleh semua laki-laki, tua dan muda, dari
seluruh kota itu. Mereka memaksa Lot untuk menyerahkan dua orang malaikat itu
untuk mereka pakai. Lot mempertahankan kehormatan tamu-tamunya. Ia bahkan
menawarkan dua orang anak perempuannya yang perawan untuk diperlakukan sesuka
hati laki-laki kota itu. Akan tetapi, mereka tidak mau, karena mereka semua
homoseksual. Barangkali, Lot sudah tahu mereka tidak suka kepada perempuan,
sehingga ia menawarkan kedua anak perempuannya.
Laki-laki kota itu
memaksa Lot untuk menyerahkan malaikat-malaikat itu. Ketika mereka akan mendobrak
pintu, malaikat itu membutakan semua mata laki-laki kota itu, sehingga mereka
tidak berhasil menemukan pintu rumah Lot.
Setelah itu, kedua
malaikat itu memberitahukan Lot rencana mereka untuk menghancurkan kota Sodom
dan mendesak Lot dan keluarganya untuk menyelamatkan diri. Berbeda dengan Nuh
yang berhasil mengajak istri, anak-anak, dan mantu-mantunya, Lot hanya berhasil
menyelamatkan dirinya dan kedua putrinya. Kedua calon mantunya menganggap Lot
hanya berolok-olok, sedangkan istrinya melanggar perintah malaikat dengan
berlama-lama melarikan diri dan memandang ke belakang.
Tuhan menghancurkan
Sodom dan Gomora dengan hujan belerang dan api dan menunggangbalikkan kedua
kota itu. Ketika esok hatinya Abraham melihat kota itu, maka kelihatan kota itu
sudah rata seperti tempat peleburan.
Sodom Amerika dan Karo
Billy Graham adalah
tokoh utama Gerakan Kebangunan Rohani gelombang ke-4 (yang pertama Jonathan
Edwards, kedua, Charles Finney, ketiga, D.L.Moody) dan sekaligus juga adalah
bapa rohani orang Amerika. Billy Graham adalah penasihat rohani setiap presiden
Amerika Serikat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Billy Graham mengenal
betul karakter dan perkembangan rohani orang Amerika.
Oleh karena itu,
masyarakat dunia cukup kaget ketika Billy Graham menyatakan bahwa Amerika
Serikat sudah sama seperti Sodom dan Gomora. Sebenarnya, menjelang kematiannya
20 tahun yang lalu, istri Billy Graham sudah menyatakan bahwa Amerika adalah
sama dengan Sodom dan Gomora. Pada akhir tahun 2012 kemarin, Billy Graham menegaskan
ulang suara kenabiannya, yaitu bahwa Amerika akan dihukum seperti Tuhan
menghukum Sodom dan Gomora.
Billy Graham tidak
hanya menegur keras orang Amerika, tetapi juga segera membuat gerakan pemulihan
untuk orang Amerika. Gerakan pemulihan yang diberi nama My Hope With Billy
Graham menantang setiap orang Amerika untuk bertobat dan kembali ke sikap takut
akan Tuhan dan beribadah kepada Tuhan Yesus dengan segenap hati.
Sebenarnya, hukuman
terhadap Amerika sudah kelihatan pada tahun-tahun terakhir ini dengan
terjadinya kemunduran ekonomi dan peran Amerika di dunia. Krisis keuangan
Amerika pada 2008 dengang bangkrutnya beberapa lembaga keuangan terbesar
Amerika adalah tanda-tanda yang harus dilihat dari aspek rohani. Amerika bukan
lagi negara super power dan negara terkaya, karena peranan bangsa ini sudah
mulai digantikan oleh negara China. Kita harus mengingat juga bahwa kekristenan
mengalami perkembangan yang sangat pesat di China dan peranan orang Kristen di
negara ini cukup signifikan.
Beberapa orang Karo mulai
mengaitkan Karo atau Tanah Karo dengan Sodom dan Gomora. Bahkan ada lagu Karo
rohani yang menyerukan doanya kepada Tuhan Yesus agar Tanah Karo tidak
mengalami kehancuran seperti yang terjadi pada Sodom dan Gomora.
Kita bisa mengerti
bahwa pengaitan Karo dengan Sodom terutama karena berita terdeteksinya 300-an
lebih warga Karo yang mengidap HIV/AIDS. Berita tentang merebaknya penyakit ini
di Tanah Karo hanyalah puncak dari sudah lamanya merebak prostitusi, judi,
narkoba, dan perbuatan amoral lainnya di Tanah Karo.
Mungkin lalat buah
yang sudah sangat menggelisahkan warga Karo bisa menjadi penanda bahwa Tuhan
sedang memberi peringatan kepada warga Karo untuk segera sadar dan berubah.
Sepuluh Orang Benar
Penghukuman Sodom dan
Gomora terjadi karena di kota itu tidak terdapat 10 orang benar. Bila ada 10
orang benar di kota itu, maka kota itu tidak akan dihancurkan oleh Allah (Kej.
18: 32). Apakah kriteria benar yang dimaksudkan oleh malaikat Tuhan. Dalam
konteks percakapan Abraham dan malaikat itu, maka Abraham adalah kriteria orang
benar. Dalam konteks penyelamatan Lot, maka kriteria benar adalah Lot.
Pertanyaan berikutnya
ialah apakah angka 10 adalah angka matematika atau angka simbolis? Saya
cenderung menafsirkan bahwa angka 10 adalah angka simbolis yang mengacu pada seseorang
atau sejumlah orang yang sungguh-sungguh benar di hadapan Tuhan dan menunjukkan
signifikansi ketaatan kepada Tuhan Allah.
Abraham adalah orang
benar yang sungguh-sungguh taat kepada Allah. Itulah sebabnya, Allah
meluputkannya dari marabahaya bahkan dari hukuman akibat kecerobohan maupun
kelemahannya (Kej. 12: 13, 20: 2).
Oleh karena itu, yang
dibutuhkan untuk menghindari hukuman Sodom Gomora adalah adanya orang-orang
seperti Abraham, mungkin cukup satu sebagai pemimpin dan banyak orang sebagai
pengikut. Kita tahu bahwa John Wesley adalah orang benar yang menyelamatkan
bangsa Inggris dari kebangkrutan dan perang saudara pada abad ke-18.
Jadi, supaya Tanah
Karo tidak dihukum Tuhan seperti Sodom dan Gomora maka perlu hadir seorang atau
beberapa orang benar yang memiliki karisma untuk menggerakkan masyarakat dari
masyarakat apatis permisif dan pelaku dosa menjadi masyarakat yang menghormati
Tuhan Yesus dan berusaha menjalankan perintah-perinta Tuhan yang tertulis di
dalam kitab suci. Kita perlu mendoakan supaya terjadi transformasi iman di
Tanah Karo yang dipelopori oleh seseorang atau satu gereja yang dipilih oleh
Tuhan Yesus.
Penutup
Pengaitan Sodom-Gomora
dengan Karo adalah bentuk keprihatinan orang percaya terhadap keadaan Karo yang
sudah sangat memprihatinkan. Tingkat pengidap HIV/Aids yang tinggi, menjamurnya
narkoba, perjudian, kemabukan, dan prostitusi memiliki korelasi dengan
timbulnya berbagai persoalan ekonomi masyarakat Karo. Salah satu wabah yang
sungguh-sungguh menyesakkan dada warga Karo ialah lalat buah yang hingga hari
ini tidak bisa ditanggulangi oleh masyarakat maupun oleh pemerintah.
Supaya Tanah Karo
tidak dihukum seperti Sodom dan Gomora, maka kita mendoakan agar hadir 10 orang
benar di Tanah Karo. Sepuluh orang benar bukan angka matematika, melainkan
suatu gerakan yang signifikan yang bisa mengubahkan keadaan yang menjauh dari
Tuhan, yang membiarkan dosa merajalela menjadi keadaan sebaliknya.
Inilah tugas setiap
orang percaya supaya bahu-membahu untuk mengubahkan Tanah Karo yang seperti
Sodom menjadi Tanah Karo yang bagaikan Yerusalem, tempat yang indah untuk
memuji dan beribadah kepada Tuhan Yesus. (esg)
Siapa Menjaga Harkat Keluarga
Siapa Yang Menjaga Harkat Martabat Keluarga
(Edi Suranta Ginting)
----------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Seorang pengusaha besar memiliki dua anak, yang tua anak
laki-laki dan yang bungsu anak perempuan. Kedua anaknya memiliki sifat yang
sangat berbeda. Anak yang tua lebih senang bermain-main dengan berbagai hobinya
bersama dengan temannya, sehingga sekolahnya pun tidak selesai. Anak perempuan
bertipe serius dan penuh tanggung jawab.
Ketika tiba waktunya untuk alih generasi perusahaan keluarga,
maka si pengusaha menyerahkan semua perusahannya untuk dikelola oleh anak
perempuannya, sedangkan anak laki-lakinya hanya menjadi pemilik saham yang
menerima uang secara rutin dari perusahaan. Ketika ia memutuskan hal itu, anak
laki-lakinya sangat marah dan mengancam ayahnya dan adiknya juga. Akan tetapi,
si pengusaha teguh dengan pilihannya, demi kelangsungan usahanya dan juga demi
kedua anaknya.
Ternyata, keputusan sang pengusaha tepat. Perusahaan yang
didirikan dan dibesarkannya dengan susah payah berkembang baik di tangan dingin
anak putrinya. Anak laki-lakinya tetap saja tidak berubah dengan gaya hidupnya
yang bersenang-senang dan tidak memiliki semangat untuk berprestasi.
Saya teringat dengan film Gladiator. Sang kaisar sudah merasa
tiba waktunya untuk memilih penggantinya. Putranya membujuknya untuk
menyerahkan tahta itu kepada dirinya. Akan tetapi, sang kaisar mengatakan,
“Anakku, buah hatiku. Bila melihat engkau, maka aku melihat kegagalanku karena
tidak bisa membuat engkau menjadi orang yang layak untuk menjadi kaisar. Engkau
menghabiskan waktumu hanya untuk bermain-main dan tidak ada satu prestasi pun
yang dapat kulihat pada dirimu. Oleh karena itu, demi Roma dan demi kehormatan
keluarga kita, maka aku akan mengangkat Jenderal Maximus sebagai kaisar yang
baru.” Pernyataan sang ayah membuat
putranya marah dan dengan sadis mencekik ayahnya dan mengangkat dirinya sendiri
menjadi kaisar pengganti ayahnya.
Akan tetapi, perkataan kaisar sangat benar tentang anaknya.
Anaknya yang telah mengangkat dirinya menjadi kaisar Roma tidak memiliki
kontribusi untuk membesarkan Roma. Cerita diakhiri dengan kematian tragis sang
kaisar muda di tangan Gladiator Maximus.
Isai mendapat kehormatan dari Allah. Salah seorang anaknya akan menjadi
raja Israel. Sesuai dengan tradisi, maka Isai menyerahkan anak tertuanya untuk
diangkat menjadi raja. Akan tetapi, Allah mengatakan, “Bukan yang dilihat manusia
yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN
melihat hati." (I Raja 16: 7)
Akhirnya, anak bungsu Isai, Daud, yang
sehari-harinya bekerja sebagai gembala ternak keluarga terpilih menjadi Raja
Israel menggantikan Raja Saul.
Dari tiga contoh di atas, kita dapat melihat
bahwa anak laki-laki, anak kandung sendiri, dan anak tertua belum tentu bisa
diharapkan untuk menjaga atau mengangkat harkat dan martabat keluarga.
Peranan Anak Perempuan
Presiden Soekarno memiliki banyak anak, baik pria maupun
wanita. Anak tertuanya adalah Guntur Soekarnoputra. Akan tetapi, Guntur tidak
berniat untuk meneruskan perjuangan ayahnya berjuang di dunia politik. Anak
laki-laki yang lain, Guruh Soekarnoputra lebih memilih seni sebagai dunia yang
digelutinya. Walau pada akhirnya Guruh terlibat dalam politik, tetapi peranannya
tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan Bung Karno.
Tiga anak wanita Soekarno lebih terpanggil untuk meneruskan
perjuangan ayah mereka. Rahmawati dan Sukmawati telah lama menggeluti dunia
politik dengan gaya dan semangat seperti ayah mereka. Bahkan tidak jarang
pengamat politik melihat bahwa Rahmawati adalah titisan dari Bung Karno.
Akan tetapi, keadaan memunculkan Megawati. Tekanan dari
penguasa pada awal kehadirannya malahan membuatnya menjadi lebih bersinar. Ia
membenarkan ungkapan yang mengatakan bahwa wanita ibarat teh celup, bila
diseduh dengan air panas, maka keluarlah sarinya.
Puncak karier politik Megawati ialah ketika ia terpilih
menjadi wakil presiden RI dan menjadi presiden RI menggantikan Gur Dur. Hingga
sekarang ini, sebagai ketua umum PDIP, Megawati dapat menjaga kebesaran nama
ayahnya dan mempertahankan pemikiran-pemikiran besar sang Proklamator.
Gus Dur adalah nama besar bagi bangsa Indonesia. Ia bukan
hanya dikenang sebagai mantan ketua PBNU, pendiri PKB, mantan presiden RI,
melainkan juga sebagai tokoh pluralisme yang dengan gigih membela hak-hak kaum
minoritas di Indonesia.
Kebesaran nama Gur Dur dan pemikiran-pemikirannya yang sangat
hebat terjaga oleh putrinya yang bernama Yeni Wahid. Yeni Wahid menjadi
pemimpin partai yang didirikan oleh ayahnya (walau kemudian berganti nama) dan
pemimpin lembaga yang didirikan oleh Gur Dur, yaitu Wahid Institute.
Dengan perjuangan Yeni Wahid, maka nama Gur Dur dan
pemikirannya akan tetap menghiasi perjalanan bangsa ini.
Letjen Djamin Ginting adalah tokoh Karo masa lalu, paling
tidak bagi saya yang tidak mengenalnya secara langsung. Nama itu menjadi akrab
karena telah dijadikan nama jalan di sepanjang jalan utama Medan ke Tanah Karo.
Beberapa waktu yang lalu, nama Djamin Ginting muncul kembali ketika salah
seorang putrinya mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah Kabupaten Karo.
Seandainya, sang putri terpilih maka Ibu Riemenda Ginting telah mengangkat
kembali kebesaran nama ayahnya dan keluarga besar ayahnya.
Masih banyak contoh yang bisa diceritakan tentang peranan anak
perempuan yang telah menjaga dan mengangkat harkat dan martabat keluarga besar
dengan berbagai prestasi hebat yang mereka tunjukkan.
Ajaran Firman Tuhan
Menurut pemahaman saya, Alkitab tidak memutlakkan tanggung
jawab untuk menjaga dan mengangkat harkat martabat keluarga hanya pada anak
laki-laki dan atau anak tertua. Contoh yang sangat sederhana ialah Habel yang
dipuji oleh Tuhan karena persembahannya adalah anak nomor dua. Yakub yang
menjadi penerus Abraham dan Ishak adalah anak bungsu, adik dari Esau.
Tampilnya Rut yang menyelamatkan harkat dan martabat keluarga
Elimelekh adalah juga satu kenyataan bahwa Allah tidak memutlakkan kepahlawanan
anak laki-laki untuk menjaga harkat dan martabat keluarga.
Ester yang lebih tinggi kedudukannya daripada sepupunya
Mordekhai telah dipakai Allah untuk menyelamatkan seluruh orang Israel yang ada
di Kerajaan Persia. Kepahlawanan Ester ini pun menjadi satu kenyataan bahwa
seorang perempuan pun bisa dipakai Allah untuk menyelamatkan satu bangsa yang
terancam untuk dipunahkan.
Bayangkanlah bila seandainya perempuan tidak diizinkan dan
tidak diberi kesempatan (seperti keyakinan beberapa bangsa) untuk berbuat
sesuatu bagi keluarga dan bangsanya, maka akan banyak keluarga yang hancur dan
bahkan bangsa pun bisa lenyap.
Budaya Karo
Ada satu cerita rakyat Karo, Terjadinya Pohon Enau, yang
menceritakan kepahlawanan seorang perempuan untuk menjaga harkat dan martabat
keluarga. Seorang wanita memiliki seorang saudara laki-laki yang ditawan di
satu kampung karena memiliki banyak hutang berjudi.
Si wanita ini bersumpah dan meminta kepada yang kuasa untuk
membuat dirinya berharga agar dapat menebus kakaknya yang berhutang kepada
orang desa yang menawannya. Yang berkuasa mendengarkan permohonannya, sehingga
ia berubah menjadi pohon enau yang semua bagiannya berharga, termasuk air
matanya.
Sebagai orang Karo yang dibesarkan di lingkungan Karo, saya
melihat bahwa orang-orang Karo pada umumnya memberi kesempatan kepada setiap
anak, termasuk anak perempuan untuk mengembangkan talenta dan kemampuannya, baik melalui pendidikan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya.
Itulah sebabnya, cukup banyak wanita Karo yang berprestasi
dan berperan untuk menjaga dan bahkan mengangkatkan harkat dan martabat
keluarga.
Kesimpulan
Siapakah yang menjaga atau mengangkat harkat dan martabat
keluarga? Jawabnya ialah setiap anak, anak tertua atau anak bungsu, anak
laki-laki atau anak perempuan memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga dan
mengangkat harkat dan martabat keluarganya. Setiap anak diberi peluang yang sama
dan dukungan yang sama untuk berprestasi yang melalui prestasinya harkat dan
martabat keluarga akan dijaga ataupun diangkat.
Bila ada salah seorang anak yang berpotensi untuk meneruskan
perjuangan orangtua dan mengangkat harkat dan martabat keluarga, meskipun anak
tersebut adalah perempuan, maka segenap anggota keluarga semestinya memberikan
dukungan penuh.
Adalah kurang bijaksana bila satu keluarga atau masyarakat
memaksakan salah satu anak karena jenis kelamin atau karena posisi sebagai yang
tertua untuk menjadi penopang atau menjadi pemimpin yang mengangkat harkat dan
martabat keluarga padahal tidak memiliki kapasitas yang memadai, baik secara
moral maupun secara sosial.
Adalah sesuatu yang menyedihkan bila masih ada keluarga yang
diskriminatif terhadap anak perempuan atau anak bungsu dan tidak memberikan
kesempatan kepada anak perempuan atau anak bungsu untuk menjaga atau mengangkat
harkat dan martabat keluarganya (esg)
Metami, Metenget, Mehamat
Metami,
Metenget, ras Mehamat : Dasar Hubungan Kekerabatan Masyarakat Karo
(Edi Suranta
Ginting)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Sudah cukup lama saya mendengar
bahwa sudah terjadi pergeseran sikap masyarakat Karo, khususnya dalam pelaksanaan
acara pesta adat. Beberapa teman yang berkunjung ke kampung halaman mengeluhkan
sikap anak beru mereka dengan mengatakan, “Keri kita ban anak berunta ndai.”
Yang lain lagi mengatakan, “Labo terjeng keri, tapi melakal siakap ban anak
berunta e.” Teman-teman ini merasa dirugikan dan dipermalukan karena pada waktu
persiapan pesta sudah disediakan cukup banyak daging untuk menjadi gulai pesta,
tetapi pada saat makan, ternyata konsumsi tidak cukup.
Itulah sebabnya, beberapa orang
merasa adanya ‘catering’ sebagai solusi. “Gundari enggo sikap. Enggo lit
‘catering’ maka lanai kita mbiar terluda. Anak beru e pe lanai pang
macam-macam,” kata beberapa orang Karo yang ada di Medan sekitarnya dan kata
orang-orang Karo yang berkunjung ke kampung untuk urusan pesta adat.
Karena penasaran dengan hal itu,
suatu kali, ketika ada acara adat di Medan, saya memang merasakan kurangnya
keterlibatan anak beru dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan acara adat yang saya ikuti. Oleh karena itu, ketika ada kesempatan, saya
bertanya kepada seseorang yang rajin dalam mengikuti acara-acara adat, “O Bang,
kubegi beritana maka bas kutanta enda enggo mesera kal muat anak beru guna
nampati kerja?”
“Bagekin, lanai bo terarapken
gundari enda anak beru ngelakoken kerja,” jawabnya dengan wajah yang agak
prihatin.
Saya bertanya lagi, “Engkai
akapndu maka bage?”
“Perban kalimbubu e la mehuli man
anak beruna.”
“Tapi kuidah kam la erleja-leja
ndahiken kerja i jabu mama enda,” tanya saya lagi karena memang saya melihat
dan banyak orang juga mengakui bahwa dia dan istrinya sangat bertanggung jawab
dalam melaksanakan acara-acara di tengah-tengah keluarga yang kami bersama-sama
sebagai anak beru.
“Mama enda nai seh kap ulina man
kami, enge erbahanca maka kami pe ras kakandu lo ngadi-ngadi ndahiken kerja
kalimbubunta e.”
Dari pengamatan dan diskusi di
atas, saya melihat bahwa pergeseran sikap orang Karo dalam pelaksanaan acara
adat adalah karena ‘mencairnya’ hubungan antarsaudara di tengah-tengah
masyarakat Karo. Padahal, di balik tugas dan tanggung jawab acara adat, leluhur
kita yang sangat arif dan bijaksana telah merumuskan ‘roh atau spirit’ yang
harus mewarnai hubungan itu dengan ungkapan metami man anak beru, metenget ersenina, ras mehamat erkalimbubu.
Bagian inilah yang akan saya bahas di bawah ini dan bagaimana ajaran Tuhan
Yesus dapat mengisi spirit itu, sehingga relasi sosial orang Karo dapat
dipulihkan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus dan kejayaan masyarakat Karo di
tengah-tengah masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat dunia.
Metami Man Anak Beru
Kata metami secara harafiah
berarti memanjakan. Biasanya, kata ini dipakai pada orangtua yang memperlakukan
anak-anaknya dengan sangat baik. Atau juga, sikap seseorang yang suka memberi
kepada orang lain. Setahu saya, kata metami berkaitan dengan tindakan yang suka
memberi; memberi perhatian atau memberi sesuatu kepada orang lain.
Anak beru bukanlah anak
perempuan, melainkan orang atau keluarga yang mengambil anak perempuan. Oleh
karena itu, keluarga laki-laki harus metami kepada keluarga yang mengambil anak
perempuan mereka. Kalau kita perhatikan istilah ‘Dibata Niidah’ yang
disampaikan oleh anak beru kepada kalimbubunya, itu adalah karena kalimbubu
menjadi sumber kehidupan bagi mereka. Kalimbubu yang memberi wanita (yang
melahirkan generasi baru), tanah (tempat tinggal dan tempat berusaha), benih
tanaman dan benih unggas (modal usaha), tempat tidur, alat masak, parang, cangkul
(sarana untuk menunjang kehidupan yang lebih baik).
Leluhur kita memberi tugas metami
kepada anak beru mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Satu, karena
kalimbubu yang empunya tanah dan kekayaan, sedangkan anak beru adalah pendatang
ke kampung kalimbubu. Kedua, supaya anak beru menyayangi anak wanita yang
mereka kasihi. Ketiga, supaya anak beru kuat untuk menjadi penolong, pembela,
dan penopang keluarga kalimbubunya.
Sikap metami kepada anak beru
sudah diperlihatkan sejak dini. Misalnya, seorang wanita yang sedang hamil 7
bulan yang akan diupacarai oleh kalimbubu dengan acara ‘Mbaba manuk mbur man
anak si natang tuah’. Dalam acara ini, kalimbubu atau puang kalimbubu akan
memanjakan anak wanitanya dan atau menantunya dengan makanan istimewa dan bahkan
pada waktu makan, mereka didahulukan dan setelah mereka kenyang barulah
kalimbubu dan puang kalimbubu yang makan. Ini tidak akan terjadi pada
acara-acara lain, karena yang diistimewakan selalu kalimbubu.
Ketika anak yang lahir adalah
laki-laki (calon anak beru), maka yang menyiapkan kain panjang dan acara potong
rambut ke sungai, semuanya dibiayai oleh pihak kalimbubu. Begitu juga ketika si
anak bertumbuh besar, maka mamanya (saudara laki-laki ibunya) akan
memanjakannya dengan berbagai sikap dan pemberian. Tidak jarang bahwa seorang
anak mendapatkan kasih sayang lebih dari mamanya daripada dari ayahnya sendiri.
Itulah sebabnya, ketika seorang
anak laki-laki menikah tidak dengan putri mamanya, maka ia akan dibawa
orangtuanya untuk menghadap keluarga mamanya dengan membawa makanan lengkap
untuk meminta maaf. Dalam acara itu juga, anak laki-laki itu akan memohon
kepada mamanya untuk menganggap calon istrinya sama dengan putri mamanya.
Kenyataan yang kita lihat
sekarang ialah bahwa tanggung jawab kalimbubu itu sudah jarang dilakukan dan
bila dilakukan pun hanya bersifat simbolik yang tidak bermakna. Adalah tidak
mudah bagi seorang laki-laki diminta untuk menghormati dan membela mamanya
padahal sepanjang hidupnya tidak merasakan suatu kebaikan pun dari mamanya atau
bahkan tidak jarang yang didengar dan dialaminya ialah kekurangbaikan yang
dilakukan mamanya terhadap orangtuanya atau terhadap dirinya sendiri.
Di tengah keluarga besar kami
sendiri, ada seorang impal saya (ibunya adalah kakak ayah saya) yang secara verbal
menyatakan mengundurkan diri sebagai anak beru ayah saya. Waktu itu, saya
diminta ayah saya mendatangi abang saya itu untuk mempersiapkan satu acara
keluarga. Akan tetapi, abang itu mengatakan kepada saya ketidaksediaannya. Dia
tidak mengatakan banyak, tetapi saya tahu banyak ketidakbaikan yang
diperolehnya dari keluarga ayah saya (dalam relasi di luar adat, misalnya
bantuan ekonomi dan lain-lain). Sebenarnya, bukan hanya abang itu yang
mengundurkan diri, tetapi yang abang-abang lain lakukan ialah mengendurkan diri
dari keterlibatan dalam acara-acara keluarga besar kami. Saya sangat bisa
mengerti dan juga menyesalkan mengapa keluarga besar ayah saya kurang metami
kepada anak-anak berunya.
Metenget Man Senina
Metenget berarti memperhatikan
dengan sungguh-sungguh. Senina adalah saudara-saudara sepupu ayah, sepupu
kakek, sepupu ibu, dan seterusnya. Fungsi senina di dalam satu acara adat
adalah pelaku atau yang berhajat dalam acara adat tersebut. Misalnya, kalau saya menikahkan anak saya, maka
yang menjadi bapak anak saya dalam adat bukan saya lagi, melainkan senina saya
yang mewakili saya. Oleh karena itu, peranan senina dalam acara adat sangat
penting.
Menurut saya, paling tidak, ada
dua hal yang harus diperhatikan oleh seseorang terhadap seninanya.
Satu, metenget terhadap
acara-acara adat yang dilakukan oleh seninanya. Bila ada undangan ataupun tidak
ada undangan, maka seseorang harus proaktif terhadap keadaan seninanya. Bila
seninanya di satu acara adat berperan sebagai anak beru, maka orang yang bersangkutan
harus pula menempatkan diri sebagai anak beru untuk menopang seninanya. Bila
tidak ada kepedulian, maka inilah yang akan mengendurkan keterlibatan seninanya
dalam acara adat yang dilakukannya pada suatu waktu nanti.
Dua, metenget terhadap keadaan
hidup senina. Tempat tinggal yang berjauhan dan keadaan hidup yang berlainan
tidaklah dapat menjadi alasan untuk tidak metenget terhadap senina. Tentu,
tingkat perhatian tidak mesti tinggi dalam kuantitas, tetapi harus bermutu
dalam kualitas. Misalnya, bila senina sakit atau menghadapi musibah, maka
seorang senina harus tampil atau hadir memberikan dukungan moral atau dukungan
material. Bila senina menghadapi masalah, apapun bentuknya, maka seorang senina
pun harus hadir memberikan dukungan. Demikian pula bila seorang senina memulai
usaha atau menjalankan usahanya, maka alangkah indahnya bila seninanya juga
terlibat memberikan bantuan ataupun dukungan.
Biasanya, orang-orang Karo
‘menumpangkan’ anaknya atau anak-anaknya yang akan sekolah atau mencari kerja
di rumah saudara yang dipandang memiliki kemampuan untuk membantu. Bila yang
meminta tumpangan itu adalah senina, maka pada tempatnyalah seninanya
memberikan bantuan yang dibutuhkan. Dengan kehadiran anak seninanya di
rumahnya, maka hubungan perseninaan akan semakin bermakna.
Yang tidak boleh terjadi atau
yang harus diindari ialah merugikan, menyepelekan, ataupun menyakiti hati
senina. Perbuatan merugikan dapat terjadi pada waktu pembagian harta warisan
ataupun dalam usaha bersama yang dilakukan. Tindakan menyepelekan dapat terjadi
bila seorang senina kaya atau berjabatan, sedangkan seninanya yang lain tidak
kaya dan tidak berjabatan. Penyepelean dapat juga terjadi bila seorang senina
dalam adat perannya di bawah senina yang lain (karena orangtuanya lebih muda atau
karena dirinya sendiri bukan anak tertua) tetapi karena jabatan dan hartanya ia
bertindak sebagai yang tertua. Menyakiti hati bisa terjadi karena banyak hal;
bisa karena perkataan, bisa karena perbuatan, dan bisa juga karena sikap. Perbuatan
menyakiti hati ini harus dijauhkan. Orang Karo memiliki filsafat hidup yang
dalam ‘adi lenga ngasup nampati, ula ka gia nampeti’ artinya ialah kalau
seseorang belum bisa berbuat baik terhadap seninanya, maka paling tidak dia
harus sanggup tidak menyakiti hati seninanya.
Mehamat Man Kalimbubu
Mehamat adalah sikap hormat,
tidak lancang dan tidak sembarangan. Kalimbubu adalah keluarga laki-laki dari
pengambil wanita yang tentunya dalam cakupan yang sangat luas. Kalimbubu saya
ialah kalimbubu senina saya, kalimbubu ayah saya, kalimbubu kakek saya, dan
seterusnya. Mehamat ini diperlihatkan dalam setiap acara-acara adat dan juga
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap acara adat, maka
bentuk penghormatan kepada kalimbubu ialah penempatan tempat duduk mereka dan
alas duduk mereka yang dikhususkan. Demikian juga pada saat makan. Makanan
dihidangkan mulai dari kalimbubu baru ke senina dan ke anak beru. Demikian pula
dengan acara. Kalimbubu akan dimintai pendapat dan bahkan kata putus tentang
acara dianggap milik kalimbubu.
Mehamat kepada kalimbubu
diperlihatkan juga dalam menyukseskan acara adat yang dilakukan oleh kalimbubu.
Anak beru akan berusaha habis-habisan untuk menyukseskan acara adat kalimbubu.
Bila terjadi sesuatu yang tidak baik, maka yang paling bertanggung jawab dan
yang merasa paling malu adalah anak beru.
Tidak jarang dalam acara adat,
bila terdapat kekurangan biaya, maka anak beru akan menutupinya dengan uang
mereka sendiri. Tujuannya adalah supaya kalimbubu mereka tampak dihormati dan
tidak dipermalukan.
Kalimbubu adalah roh dan jiwa
anak beru. Bila anak beru mengadakan acara adat dan kalimbubu belum hadir, maka
acara tidak akan dimulai. Kalimbubu akan dijemput dan diundang ke dalam acara
supaya acara dapat dimulai.
Demikian pula dengan kehidupan
sehari-hari. Anak beru akan selalu menempatkan dirinya sebagai pribadi yang
menghormati kalimbubu. Hal ini memang terkadang gamang dalam pelaksanaannya.
Misalnya, seorang anak beru naik bis umum yang supirnya adalah kalimbubunya.
Biasanya, orang tersebut akan merasa risih menempatkan dirinya. Saya sendiri
pernah melihat seorang anak beru yang masuk ke restoran yang pemilik dan
pelayannya adalah kalmbubunya. Maka kata istri anak beru itu, “Katakan man
turangku ena maka pegawe e saja si ngelai kita.” Akhirnya, pemilik restoran itu
menyuruh pegawainya yang melayani anak berunya tersebut. Hal-hal ini bukanlah
masalah yang pelik, karena dapat diatasi tanpa menghilangkan sikap hormat
terhadap kalimbubu.
Akan tetapi, sikap hormat inilah
yang mulai berkurang. Saya pernah mendengar langsung abang saya, anak dari
saudara sepupu perempuan ayah saya, “Mama ena, adi kukuta ula min sitik ngenca
mbaba wajit peceren e, la bias pe man sada kesain.” Ini jelas sikap yang kurang
hormat, karena ayah saya membawa makanan kecil lebih daripada cukup untuk
keluarga besar, tetapi abang saya itu memang suka memperlihatkan sikap yang
kurang hormat kepada siapa saja. Yang lebih menyedihkan saya bahwa sikap
seperti itu bukan hanya ditunjukkan oleh abang saya, tetapi oleh banyak bebere
terhadap mamanya.
Yang paling tragis juga ialah
ketika anak beru mengganti kalimbubunya. Ini adalah kisah nyata yang terjadi
tidak hanya sekali dua kali di tengah-tengah masyarakat Karo. Pada satu
keluarga yang menikahkan anak wanitanya, maka si ngalo ulu emas (mama kandung
pengantin wanita) harus hadir untuk mengesahkan pesta adat itu. Akan tetapi,
karena kalimbubunya bukan orang hebat dan juga karena ada sedikit masalah maka
anak beru itu berani mengganti kalimbubunya yang tidak semarga dengan bebere
(marga ibu) pengantin wanita tetapi orang yang berjabatan dan terhormat.
Ajaran Tuhan Yesus Memulihkan Budaya
Ajaran Tuhan Yesus yang dapat
memulihkan kembali sikap masyarakat Karo yang mengendur dalam hubungan
kekerabatan ialah perubahan sikap hidup dan penerapan kasih.
Dalam Roma 12: 2, Firman Tuhan
menekankan supaya setiap orang percaya mengalami pembaruan budi; pembaruan
paradigma, pembaruan mental, pembaruan sikap, dan pembaruan tindakan. Hal ini
mungkin terjadi bila seseorang mengalami pembaruan langsung dari Tuhan Yesus
dan dijadikan manusia baru atau ciptaan yang baru (II Kor. 5: 17).
Dengan pembaruan yang dikerjakan
oleh Roh Kudus itu, maka seorang Kristen Karo akan dimampukan untuk metami man
anak baru, metenget man senina, dan mehamat man kalimbubu.
Dalam Matius 22: 39, Tuhan Yesus
mengajarkan kepada setiap orang percaya untuk mengasihi sesama manusia seperti
mengasihi diri sendiri. Kasih dalam konteks ajaran Kristen mengandung paling
tidak dua hal. Satu, nilai dan dua, kemampuan.
Kasih adalah nilai terbaik. Kasih
adalah standar kebaikan. Bila kita bisa merasakan pemberian orang lain kepada
kita adalah sesuatu yang menyenangkan, maka kita pun menjadi tahu bahwa hal
yang sama bila kita lakukan kepada orang lain, maka orang lain pun akan merasa
senang. Oleh karena itu, kasih itu menghindari kebohongan dan kemunafikan.
Kasih itu mendorong kita untuk berbuat yang baik dan yang terbaik kepada setiap
orang.
Kasih itu adalah kemampuan. Yang
dimaksudkan dengan kemampuan ialah kesiapan untuk menerima kewajiban dan
kesiapan untuk kehilangan hak. Kasih itu memampukan seorang kalimbubu untuk
berbuat baik kepada anak berunya walaupun anak berunya kurang mehamat kepada
dirinya. Kasih itu memampukan seorang anak beru untuk hormat kepada
kalimbubunya walaupun kalimbubunya kurang metami kepada dirinya.
Bila ajaran Tuhan Yesus menjadi
jiwa dari hubungan kekerabatan masyarakat Karo, maka tidak akan ada lagi
ketakutan kalimbubunya bahwa anak berunya akan mempermainkannya dan tidak ada
ketakutan anak beru bahwa kalimbubunya tidak metami atau tidak memberi
kepadanya.
Kesimpulan
Sebenarnya, adat adalah satu
bagian dan fungsi kehidupan adalah bagian lain. Keduanya memang berbeda, tetapi
saling berkaitan dan bahkan memiliki hubungan kausal. Adat terutama mengaturkan
seremoni atau upacara budaya, sedangkan sistem dunia punya aturan sendiri.
Misalnya, pemilik kedai kopi harus melayani pengunjungnya dengan baik, termasuk
bila pengunjung itu adalah anak berunya. Bila seorang kalimbubu berbuat kurang
baik kepada anak berunya, misalnya tidak membantu pengobatan ketika anak
berunya sakit misalnya, maka itu dapat berdampak pada partisipasi anak berunya
dalam acara adat kalibubunya.
Oleh karena itu, untuk
mendapatkan keharmonisan, maka setiap orang harus berbuat baik; baik dalam
acara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa berbuat baik, maka
setiap kita membutuhkan kasih Kristus dan kuasa Roh Kudus. Dengan cara itulah
maka kita dapat menjadi berkat dalam kehidupan kita di tengah-tengah masyarakat
Karo. Tuhan Yesus memberkati kita semua. (esg)
Banci Ganti Kalimbubu
Banci Iganti Kalimbubu
(Edi Suranta Ginting)
------------------------------------
Mulih gereja, kupernehen sekalak
teman merga Sembiring si kurang siang kuidah ayona. “Lit ka nge perbeben impal
enda,” ateku bas ukurku. Perbahan sibuk ngaturken alat-alat musik gereja, maka lenga
sempat ngerana ras impalku Sembiring mergana ndai.
Muat mulih ku rumah, mentas aku
arah kede ingan minem la ndauhsa bas gereja nari. Kuidah impalku, Sembiring
mergana e kundul i kede ngala ku dalan.
Arah pengenenna reh tambahna pengakapku maka lit babanna si mberat.
Emaka nusur aku bas motor nari,
kudahi impalku e. “La kam mis mulih impal?” ningku bage nenggeti ia. Minter
canggah ayo Sembiring mergana, nenna aku, ”Kam nge, kundulken yah. Kai
inemenndu, pindo,” nina ngaloi aku.
Kenca reh teh manis ku aku, agak
sengget kange aku sebab la kuidah gelas inemen i lebe-lebe Sembiring mergana.
“Uga nge ibanndu e impal. Minem nindu bangku, tapi la kuidah kam minem.” “Ue
ma,” nina ngaloi bage begi bage lang sorana, “Buk, saya kopi hitam ya,” nina
man si erbinaga.
Janah kuinem teh manisku, kutatap
impalku Sembiring mergana, “Kai nge sierbahansa maka enggo bene kerina keriahen
ukur si rusur teridah bas kam,” ningku. Cirem sitik Sembiring mergana. Gawerna
kopina, tatapna ka aku. Inemna sada teguk kopina.
“Mekatep dahkam, kita
ngerana-ngerana adi nggeluh bas pertibi enda, si laterukurken pe banci jadi bas
kegeluhenta,” nina mbenaken percakapen.
“Engkai maka rempat bage nindu
ngerana?” ningku nungkun.
“Ipesilahang, impal,
ipesilahang,” nina Sembiring mergana alu kesah si mberat kel pendaratna. Sinik
aku kutatap ayo Sembiring mergana. Kucidahken arah ayongku maka aku ersimpati
man bana ras nggit ndengkehken kai isi pusuhna.
“Adi bas darat enda kita ipesilahang,
e enggo me biasa impal. Tapi enda, labo kalak si deban di pesilahangsa, tapi anak
jabunta kel.
“Lenga kuangka kel maksudndu e
impal. Tapi, kubegi beritana maka minggu si lepas ku Jakarta kam ndahi kerja
beberendu, ndiganai kam mulih,” ningku nungkun. Situhuna, labo pas kel
penungkunenku e, tapi aku pe lanai beloh nungkun.
“Em kap dalanna impal. Dahkam
minggu si lepas itenahken impalndu teruhenku aku ku Jakarta, perbahan bebere si
nguda, si diberu atena njabuken bana. Bereken
impalndu ndai ongkos pesawatku ku Jakarta. Wari Senin si lepas aku ku Jakarta.
Impalndu si deban reh wari Rabu dahkam piga-impalndu e tading i Bandung ras
Jakarta. Emaka, bas wari Rabu enggo pulung kami sepuluhna anak bapa, lima si
dilaki ras lima si diberu. Bas berngi wari e kap rehna perbeben e.
‘Kai kin masalah na e impal,”
ningku nungkun aminna pe labo perlu man sungkunen sebab enggo ersikap impal
Sembiring mergana nurikenca.
“Bas berngi wari kenca dung man,
maka ngerana-ngerana kerina kami i je alu meriah ukur. Impalndu si nguda, si
Jon, ngerana man bebere kami sintua si enggo tamat bas akademi polisi nari.
“David, kau belilah jas kami semua mamamu ini supaya metunggung nanti pesta
adikmu.”
“Kok aku, Ma. Kan yang kawin
Brina, dia donk yang belikan mama jas, kan suaminya juga sudah AKP,” nina David
e ngaloi.
“Mama minta sama kamu, kok kamu
lempar lagi ke adik kamu. Kalau mama-mama ini ga ada, mana bisa jalan pesta adik kamu,” nina
Jon enda ka bage tempa-tempa merawa sorana.
“Biar aja, Ma. Kalau ga jadi juga
aku ga masalah, orang yang kawin bukan aku kok,” nina ka David ngaloi alu nina
kalak si genduari ‘ketus’.
Rempet reh Sabrina i dapur nari
ras ngerana ia alu emosi, “Kok mama jahat ya, kok mau batalin pernikahan Brina?
Biar mama tahu aja, ya, tidak ada yang bisa membatalkan rencana pernikahan ini,
tidak ada hak Mama membatalkannya. Emangnya Mama siapa?”
Sip ras jengang kami kerina. Aku
pe sengget bagi mbegi lenggor i ciger wari e mbegiken perbelas beberengku si
kitik-kitik denga nai kuembah-embah.
Perbahan enggo sigangen sora,
maka ndarat impalndu Nd. David ras silih. “Kai ndai e Jon, megang kuidah soram
man beberem e?” “Ajarkenlah anakndu e ka. La kuakap lit mehamatna man kami
mamana,” nina ka Jon ngaloi nalahken bebere kami.
Lenga nungkun pe nandena, minter
ngerana Sabrina, “Mama ini jahat semua, Mak. Masak mereka bilang mau
membatalkan pernikahanku. Maka aku bilang, tidak ada yang bisa membatalkannya.
Kalau ada niat membatalkan itukan sama
dengan sabotase. Orang yang sabotase bisa ditangkap atau ditembak aja sekalian
nanti sama abang.”
Mbegi kata ditangkap e, mis ka
naik darehku, mis aku cinder, kualaken ku bebere e, ningku, “Sabrina, biar
Sabrina tahu, kalau mau tangkap mama, tangkap sekarang. Mama ini anak tentara,
ayah mama pejuang 45, mama tidak takut kalau hanya sama polisi. Biar Sabrina
tahu, kalau mama tidak ada, tidak akan bisa jalan pestamu. Silakan menikah
tanpa pesta adat.”
“Minter cinder nandena ras silih.
Salah kam e ka tua. Ula pebelinkendu kalimbubundu e. I Jakarta enda, piga
gerobak pe banci ban kami jadi kalimbubu kami. Gelah tehndu saja, ka tua ras
kam kerina turangku ras seninangku, i rumah enda nari nandangi turah me pagi
calon-calon pejabat tinggi i negara enda. Emaka ula kamu kerina macam-macam.
Mulih kam kerina, ula nai latihi ukur kami, mbue enda man ukuren, pasu-pasu,
nganting manuk, kerja, ras resepsi. Bas kerina acara e, lape kam je sada pe
erdalan ras sikap pagi kerina. Tapi, adi reh pe atendu, ialo-alo kami.
“Sengget kal aku ndengkehkan
pengerana impalndu e. E maka bas berngi si ndai lawes kami kerina ku rumah
impaldu si nomor telu. Bas mobil aku lanai ateku ngerana. Sesak kal kuakap. Adi
je denga mindai bapa ndube, labo bagenda jadina ateku, janah mamburen iluhku e.
Impal-impalndu si deban si sada mobil kami ngerana nina, “Labo tuhu arah ia e ka tua. Labo ise pe pagi
pang ngaloken tukur e adi la kin kam je. Emaka reh nge pagi turangnta e ndahi
kita ka tua. Emaka, kerina kita, siwahna kita ersadalah ukurta, ula sada pe
kita kuje.” Emaka ersada ukur kami siwahna la ku rumah impalndu e.
Seh wari Jumat karaben, je wari
ipasu-pasu bebere e. Bas pusuhku, ngarap aku reh min Nd. David ndai mindo maaf.
Adi reh lah ia, ngasup aku petalu-talu ukur kerina impalndu gelah ula mela
kerina kami keluarga ateku. Seh karaben wari, ise pe lalit reh ras lalit telepon
pe. Nandangi berngi, reh telepon piga-piga impalndu, senina kami sembuyak bapa,
nungkun kerna kelarehen kami. “Ula bage min, Ka, rehlah kam ku nganting manok
e, uga nge kari ban kami la kam je singalo bere bere,” nina. “Ue yah,” ningku
ngaloi aminna pe bas nge sorangku e.
Jumat berngi e, pulung kami
kerina i rumah impalndu. Nimai kami, uga nge kari turi-turinna ate kami. La
kami sada pe si medem-medem. Sabtu erpagi-pagi, e me wari kerja. Lampas reh
telepon bas seninangku maka nina enggo ibahan impalndu, nande si David si ngalo bere-berena merga Karo-karo, kalak si
erpangkat. Ia nge marenda namaken bebere sintua e sekolah bas akademi ras si
petandaken bebere sierjabu enda pe ia ka nge. Memang mehuli kel jelmana
Karo-karo mergana e. Aku pe mekatep nge ku rumahna asum ngurus-ngurus
persekolahen bere bere sintua e. Emaka, aku pe erkemamangen engkai maka nggit
ia jadi singalo bere-bere.
Kenca kubegi berita enggo sambari
Nd. David kalimbubuna, enggo sambarina singalo bere-bere bas perjabun anakna si
diberu, enggo keri kel belas-belasku. Minter kupindo penampat man impalndu
gelah buatna tiketku mulih. Enggo mela pe aku ngidah kerina jelma i Jakarta e.
Bagi isayat-sayat e kuakap
pusuhku. Lenga bo ernah kuidah lit jelma sambarina kalimbubuna, adi mbegi
berita pernah nge kubegi. Bas pudi metuangku e kap ndu ipesilahang turangta
ita, dahkam sehkal nge pagitna. Ngasa pengingetku, labo pernah si lamehuli
kuban man turang e. Tenading bapa pe erbagi nge kami kerina, kerina nge daten,
anak si dilaki ras anak si diberu. Tuhu aku buen perbahan aku ka simberatna
kecibal geluh ku.
Tapi kata Dibata si kubegi ndai
mbereken gegeh simbaru man bangku. Nina Rasul Paulus maka ngasup aku ngaloken
erbage-bage kecibal nggeluh, sebab Tuhan Yesus kap si pengasup aku. Emaka
impal, gundari enda, kai pe ngenda banci jadi. Dung kerja e, lanai pe je kami
singalo bere-bere.
Ndengkehkan turi-turin impal
Sembiring mergana tuhu-tuhu berbanca nepcep pe pusuhku. Memang pernah nge
kubegi lit kalak si pesilahang kalimbubuna perbahan kalimbubuna e erbahan si
jahat man turangna ras beberena, tapi ndengkehken langsung bage, la kugejap
naktak iluhku.
“Emegegeh lah kam impal. Ula kam
sakit. Pebue lah ertoto minta man Dibanta gelah tuduhkenna dalan simehuli man
bandu bage pe man keluarga kerina.”
Ersora HP impal Sembiring mergana. “Aku udah dekat, Bapak di mana,” nina
sora i HP nari. “Bapak tunggu di depan kedai kopi dekat gereja ya,” nina impal
Sembiring mergana ngaloi.
“Bagem impal, enggo ialo-alo
permenndu aku. Bujur, enggo ka pegegehindu aku,” nina Sembiring mergana erdalan
darat i kede nari. “Ue, impal, Tuhan Yesus simasu-masu kita,” ningku ndungi
ranan. Janahku ermotor ku rumah, ningku bas pusuhku, “Uga pe kepe lit nge bas
doni enda. Ban bayakna pe banci ka anak beru e lupa ncidahken kinihamatenna man
kalimbubuna. Lit ka nge ban la mehuli kalibubu e, maka bene ka anak beruna. Ah,
erpengendes man Tuhan saja nge si tuhu –tuhu ras mindo gelah pedauh Tuhan bas
sijahat nari.” (ituriken bas kejadin si tuhu-tuhu, tapi gelar, ingan, waktu,
ras uruten kejadin isesuaiken guna kiniulin turi-turin e) (esg).
Tiga Penyebab
Tiga Penyebab Tiga Solusi
(Pemikiran Awal Untuk Pemulihan Kekristenan di Indonesia)
(Edi Suranta Ginting)
-----------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Gambaran kekristenan di Indonesia yang mengalami kemunduran
sudah secara umum dapat diterima oleh para pemimpin gereja di Indonesia. Secara
kuantitas, 12 kantong Kristen di Indonesia, mulai dari Papua hingga ke Nias
sudah mengalami penggerusan. Secara kualitas, kita pun harus mengakui bahwa
peran dan partisipasi orang Kristen di tengah-tengah bangsa dan negara ini
semakin terpinggirkan.
Oleh karena itu, berbagai pihak mencoba menawarkan solusi.
Ada gerakan Transformasi yang digagas oleh Dr. Iman Santoso. Gerakan ini
mencoba mendorong gereja untuk mentransformasi diri guna dapat tampil lebih
efektif lagi di dalam pelayanan. Ada juga yang berusaha dengan meningkatkan
pelayanan penginjilan dan pelayanan kebangunan rohani. Ada juga upaya untuk meningkatkan pengajaran
terhadap jemaat.
Saya kira, apapun solusi yang ditawarkan adalah baik dan
perlu didoakan agar diberkati oleh Tuhan. Beragam solusi adalah gambaran
beragama corak dan karakter orang percaya dan sekaligus juga beragam persoalan yang dihadapi oleh gereja.
Sebagai orang yang bergerak di pendidikan teologi, khususnya
teologi sejarah gereja dan sekaligus juga sebagai praktisi gereja, maka saya memiliki solusi juga untuk
ditawarkan. Saya akan mulai dengan melihat tiga faktor penyebab dan menawarkan
juga tiga solusi.
Tiga Penyebab
Kemerosotan
Studi awal saya tentang penyebab kemerosotan kekristenan di
Asia menunjukkan ada tiga faktor penyebab.
Ketiga faktor ini relevan dengan kondisi yang saya amati di Indonesia.
Satu, tidak memberitakan Injil karena bertentangan dengan
peraturan negara dan bertentangan dengan keinginan masyarakat mayoritas. Di
tengah-tengah komunitas yang bukan Kristen, maka misi Kristen menjadi perhatian
dari kelompok mayoritas dan penguasa. Banyak gereja di Timur Tengah mengalami
kemerosotan yang hebat karena dilarang untuk memberitakan Injil.
Secara faktual, orang Kristen di Indonesia pun sebenarnya
dilarang untuk memberitakan Injil. Kita bisa melihat bahwa bila ada orang yang
menjadi percaya kepada Injil dan bersedia menjadi Kristen, maka masyarakat akan
bereaksi keras. Bahkan tidak jarang, orang yang memberitakan Injil
dipenjarakan.
Kondisi ini mendorong gereja untuk mengevaluasi diri dan
mengevaluasi panggilan untuk mengabarkan Injil. Sebagian gereja mengubah makna
mengabarkan Injil dengan makna baru yaitu menghadirkan syalom di tengah-tengah
lingkungan. Inilah saya kira yang akan
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kekristenan akan semakin berkurang
dan akhirnya lenyap.
Dua, orang Kristen lebih miskin dan lebih bodoh daripada
orang lain. Kasus ini terjadi di Persia ketika bangsa Mongol berkuasa. Seorang utusan Roma datang
berkunjung ke Persia dan mengajak gubernur Persia yang orang Mongol untuk menjadi Kristen. Inilah jawaban sang
gubernur sembari mengajak utusan Roma melihat ke beberapa wilayah Persia, “Anda
lihat kumpulan orang Kristen yang lemah, bodoh, tak punya semangat hidup dan
menjadi beban negara. Apakah Anda menawarkan saya untuk menjadi seperti
mereka?”
Sekarang ini, tiga provinsi termiskin di Indonesia adalah
provinsi ‘Kristen’ yaitu Papua, Maluku, dan Timor. Beberapa kasus orang Kristen
meninggalkan iman Kristen adalah karena hidup mereka yang miskin. Kemiskinan
menjadi salah satu faktor penyebab orang Kristen Indonesia meninggalkan iman
mereka.
Tiga, tidak berakar dalam budaya. Ada dua kasus menarik yang
berhubungan dengan ini. Nestorianisme adalah gereja yang berkembang pesat sejak
abad ke-7. Akan tetapi, gereja ini nonkontekstual, karena berpusat pada budaya
Siria. Semua unsur-unsur gereja bersifat Siria, mulai dari bahasa liturgi
hingga ke bangunan gereja. Ketika terjadi konflik di Cina, maka penguasa Cina
menutup diri terhadap bangsa-bangsa asing. Orang Kristen Cina menghadapi
dilema. Akhirnya, mereka menerima Cina dan meninggalkan agama Kristen.
Kasus kedua adalah Gereja Armenia. Gereja Armenia menghadapi
serangan dan tekanan yang hebat dari negara-negara Islam. Akan tetapi mereka
dapat bertahan dan bahkan hingga hari ini mereka dapat bertahan. Mengapa mereka
bisa bertahan? Beberapa ahli memberikan alasan karena orang Armenia dan Kristen
sudah menyatu.
Kekristenan Indonesia pada umumnya adalah kekristenan yang
nonkontekstual. Bapa Reformasi menegaskan bahwa iman dan budaya adalah dua
dunia yang berbeda yang tidak mungkin bisa menyatu. Keduanya bagaikan rel
kereta api yang terus berjalan berdampingan tetapi tidak berjumpa.
Tiga Solusi
Untuk memulihkan kembali kekristenan Indonesia, saya
menawarkan tiga solusi dengan semangat kontekstualisme.
Satu, menjadikan Tuhan Yesus dan agama Kristen sebagai pusat
kehidupan dan tujuan kehidupan. Untuk mencapai hal itu, maka setiap orang
Kristen harus mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus dan mengalami
kasih-Nya yang nyata di dalam kehidupan setiap hari. Dengan melihat pada
pengalaman Gereja Mula-mula, maka orang yang mengasihi Tuhan Yesus akan
senantiasa bersaksi tentang Tuhan Yesus dan rela menanggung risiko atas
kesaksiannya tersebut.
Orang Kristen yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan
Yesus akan mengalami pula pembaruan hidup. Pembaruan hidup itu akan berdampak
pula pada pembaruan sosial dan ekonomi. Contoh kehadiran Pietisme di Indonesia
pada pertengahan abad ke-19 adalah bukti nyata. Orang-orang Karo mengenal
sekolah, teknik pertanian, kesehatan, dan keterampilan adalah dari para
misionari yang datang ke Tanah Karo.
Jadi, dengan solusi pertama ini, faktor penyebab satu dan
dua sudah dapat diatasi.
Dua, meritualkan kekristenan. Kekristenan kita sekarang ini
kebanyakan adalah kekristenan konsep yang abstrak. Padahal, bagi orang
Indonesia pada umumnya, hal-hal yang berhubungan dengan agama itu diupacarakan.
Upacara adalah bentuk hormat seseorang kepada alam dan kepada Tuhan. oleh
karena itu, kekristenan sekarang harus dievaluasi dan mempertimbangkan unsur
ritual yang lebih sesuai dengan konteks budaya.
Tiga, mengembangkan sakralitas. Sakralitas adalah bentuk budaya
yang menghormati Yang Mahakuasa dan pengejawantahannya di dunia ini. Oleh
karena itu, sesuatu yang berbeda yang dipandang sebagai gambaran yang ilahi
akan diperlakukan secara berbeda atau dalam bahasa budaya dikeramatkan.
Dalam kekristenan, Allah dipandang dan diterima sebagia Yang
Mahakudus atau yang mahakhusus yang berbeda dengan ilah-ilah yang ada di dunia
ini. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah pun dikhususkan pula, seperti orang
yang percaya kepada-Nya disebut orang
kudus, tempat berjumpa dengan-Nya pun disebut tempat yang kudus, hari untuk
beribadah kepada-Nya disebut hari yang kudus.
Kekristenan sekarang ini hampir mengabaikan nilai-nilai
sakralitas kekristenan. Oleh karena itu, rasa hormat dan takut orang Kristen
terhadap Tuhan pun semakin menipis. Oleh karena itu, usulan saya ialah supaya
gereja kembali menegakkan sakralitas kekristenan, seperti menguduskan hari
Sabat, menyebut nama Tuhan Yesus dengan hormat, memperlakukan Alkitab dengan
khusus, dan lain-lain.
Penutup
Arnold Toynbe mengatakan bahwa orang atau masyarakat yang
bisa bertahan ialah orang atau masyarakat yang bisa menghadapi
perubahan-perubahan. Bila kekristenan kita sekarang ini mengalami kemerosotan,
maka sikap yang semestinya ialah mengevaluasi pola pembinaan dan pola pengajaran
yang kita lakukan dan bersedia untuk mengubah diri.
Kita harus bersedia untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Mari kita evaluasi penyebab kemunduran kita dan mempertimbangkan dengan seksama
solusi untuk pemulihan. Pertimbangan yang seksama atas solusi pemulihan
dilanjutkan dengan keberanian untuk mencoba sembari terus menyediakandiri untuk
mengevaluasi pembaruan yang dilakukan.
Kiranya Tuhan Yesus menolong dan memberkati usaha dan
pemikiran kita. (esg)
Langganan:
Postingan (Atom)