Bulan Natal Bulan Berbagi
(Edi Suranta
Ginting)
----------------------------------------------
Pendahuluan
Sudah cukup lama dikeluhkan bahwa Natal atau bulan Natal
telah menjadi ajang berpesta dan menghambur-hamburkan uang. Hal ini tidak bisa
disangkal karena mata kita bisa melihat secara langsung bahwa pada bulan Natal
tingkat komsumsi masyarakat menjadi lebih tinggi dan produksi barang-barang yang dipajang di
toko-toko lebih berlimpah dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya.
Itulah sebabnya, gereja perlu mengevaluasi kembali makna
Natal. Untuk mengevaluasinya, tentu saja kita harus kembali kepada pemeran utama
Natal itu, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Kita bisa melihat bahwa memang kelahiran
Tuhan Yesus yang sangat dinanti-nantikan itu disambut dan dirayakan oleh para
gembala dan orang-orang Majus. Ada suasana selebrasi dan sukacita ketika itu.
Para gembala bernyanyi gembira dan bahagia karena mendapat
kehormatan untuk melihat Juruselamat yang telah lahir ke dunia. Mereka bergembira
dan bernyanyi-nyanyi. Mereka melupakan segala kesedihan dan nasib mereka. Bayi
yang lahir begitu berkuasa untuk mengubahkan kedukaan mereka dengan kesukaan.
Para Majus merayakan kelahiran Tuhan Yesus dengan cara yang
tidak jauh berbeda. Mereka bergembira seraya memberikan hadiah-hadiah yang
mahal dan berharga kepada bayi
Kristus. Mereka sangat senang
karena perjuangan mereka menempuh ratusan kilometer telah berhasil, sehingga
segala keletihan mereka berubah menjadi kegembiraan dan kebahagiaan.
Dengan dua contoh itu, kita memang bisa menjadikan Natal
atau bulan Natal menjadi bulan kesenangan dan kesukaan. Kesenangan dan kesukaan
kita bisa kita wujudkan dengan mengadakan pesta dan membeli barang-barang yang
baik untuk kita hadiahkan bagi diri kita sendiri. Apakah itu seperti itu yang
diinginkan oleh Tuhan Yesus dan diajarkan oleh Alkitab?
Barangkali, jawabnya bukan salah atau benar, melainkan
kurang tepat. Bila gereja adalah wakil Kristus, maka gereja harus menempatkan
diri seperti Kristus menempatkan diri-Nya. Kristus menjadikan dirinya sebagai
alat untuk membahagiakan atau menggembirakan para gembala dan para Majus. Oleh
karena itu, gereja pun harus menempatkan dirinya untuk menggembirakan orang
lain yang kurang beruntung dalam hidupnya. Kalau Yesus Kristus tidak
menyenangkan diri-Nya sendiri, maka gereja pun tidak dibolehkan berpesta dan
bergembira untuk dirinya sendiri. Inilah
posisi yang tepat untuk gereja.
Bila posisi Bayi Yesus yang menjadi acuan bagi gereja, maka
gereja terpanggil untuk menjadikan Natal atau bulan Natal sebagai kesempatan
untuk berbagi kebaikan dan kebahagiaan, sehingga orang yang tidak bahagia
menjadi bahagia. Di dalam gereja dan di luar gereja, masih terdapat banyak
orang yang kurang bahagia. Mereka sama seperti para gembala yang meratapi nasib
buruknya dan para Majus yang keletihan karena perjuangan kehidupan. Tugas
gerejalah untuk mengubah kedukaan mereka menjadi kesukaan.
Oleh karena itu, gereja-gereja perlu menjadikan bulan Natal
sebagai bulan untuk mendorong jemaat membagi berkat mereka bagi saudara-saudara
yang kurang beruntung, sehingga Natal menjadi kegembiraan bersama; yang memberi
gembira dan yang menerima pun gembira pula. Sikap egosentris yang hanya
memikirkan diri sendiri harus diganti menjadi sikap saudarasentris yang
memikirkan kegembiraan orang lain.
Belajar dari Alkitab
Ada dua bagian Firman Tuhan yang berbicara tentang kelahiran
Tuhan Yesus dan nilai-nilai rohani yang perlu terus diterapkan oleh gereja. Di
samping itu, kita juga perlu belajar dari prinsip dasar pengajaran Tuhan Yesus
tentang misi gereja di dunia ini.
Satu, Lukas 2: 1—20 yang berbicara tentang kelahiran Tuhan
Yesus dan dampaknya bagi orang-orang yang ada di sekitar kelahiran itu. Kalau
kita memperhatikan peristiwa kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang dicatat secara
mendetail oleh Lukas dalam Lukas 2: 1—20, maka kita akan bisa melihat bahwa
salah satu misi penting kelahiran Tuhan Yesus ialah membagikan kebahagiaan
kepada umat manusia.
Kisah ini dimulai dengan perintah Kaisar Agustus yang
menyebabkan penderitaan bagi Yusuf dan tunangannya Maria. Keduanya harus pulang
jalan kaki dari Nazareth menuju ke Betlehem. Perjalanan yang sangat meletihkan,
terlebih bagi Maria yang sedang mengandung. Puncak derita mereka ialah ketika
mereka harus menginap di kandang domba dan di tempat itulah akhirnya Maria
melahirkan.
Kelompok kedua yang menderita ialah para gembala di padang
rumput. Mereka menderita karena status mereka yang sangat rendah dalam
kehidupan masyarakat. Ketika orang-orang melihat keramaian di kota, mereka
harus tetap berada di padang.
Akan tetapi, malaikat menyampaikan kabar gembira kepada para
gembala. Mereka diundang untuk melihat bayi Raja di atas segala Raja, Yesus
Kristus Tuhan. Ketika mereka melihat
bayi itu, maka mereka menjadi bahagia. Maria dan Yusuf pun bahagia ketika
melihat bayi Yesus Kristus.
Sekarang, tugas gereja adalah menjadi malaikat pembawa atau
pembagi berita bahagia kepada banyak orang yang membutuhkannya pada bulan
Desember. Banyak orang yang kesepiaan
seperti para gembala dan keletihan seperti Yusuf dan Maria. Perhatian gereja
akan mengubah kesepiaan dan keletihan mereka menjadi kebagiaan.
Dua, Matius 2: 1—12 yang berbicara tentang Bayi Natal yang
dikunjungi oleh para Majus dari Persia. Kisah ini dimulai ketika para Majus
melihat adanya bintang istimewa di langit yang menunjukkan telah lahir seorang
raja yang sangat istimewa. Itulah sebabnya, mereka segera berkemas untuk
menghadap raja yang lahir di Yerusalem tersebut. Mereka membawa berbagai
persembahan berharga sebagai tanda hormat mereka kepada raja yang baru lahir
tersebut.
Usaha untuk menjumpai raja yang baru lahir itu bukan perkara
mudah, karena jarak antara Persia dan Yerusalem cukup jauh dan harus menempuh
padang gurun yang sangat berbahaya. Mereka membutuhkan waktu 2 tahun untuk
mencapai Yerusalem. Perjalanan panjang dan waktu 2 tahun sudah menjadi bukti
betapa letih dan beratnya perjuangan yang harus mereka tempuh.
Akan tetapi, ketika bisa berjumpa dengan bayi Natal segala
keletihan mereka sirna, segala susah payah dan penderitaan mereka berubah
menjadi sukacita. Mereka segera mengeluarkan semua harta benda mereka dan
mereka persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus.
Peristiwa ini adalah satu pelajaran penting tentang arti
kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia ini, yaitu untuk memberikan
sukacita kepada orang-orang yang membutuhkannya. Oleh karena gereja adalah
wakil Tuhan Yesus di dunia ini, maka gereja harus juga mampu untuk menghadirkan
sukacita itu pada bulan Natal kepada orang—orang yang letih lesu karena perjuangan
hidup atau bahkan karena kerasnya kehidupan ini.
Tiga, ajaran Tuhan Yesus yang sangat terkenal tentang
peranan orang percaya sebagai garam dan terang yang tertulis dalam Matius 5:
13—16. Fungsi garam dan terang sudah jelas, yaitu berdampak bagi lingkungannya.
Garam membawa dampak awet bagi lingkungan yang cenderung membusuk dan juga
membawa dampak rasa bagi lingkungan yang cenderung tawar. Terang
membawa dampak bagi lingkungan yang gelap dan juga membawa dampak hangat bagi lingkungan
yang cenderung dingin.
Jadi, dengan tiga bagian Firman Tuhan yang sudah kita bahas
di atas, jelaslah bahwa gereja memiliki tugas yang mahapenting dari Tuhan Yesus
Kristus untuk membawa perubahan bagi lingkungannya. Khususnya dalam bulan
Natal, yaitu bulan yang dikaitkan dengan kelahiran Tuhan Yesus Kristus, maka
gereja perlu berdampak baik bagi lingkungan, yaitu mengubahkan kedukaan dan
kesepiaan menjadi kesukaan dan kegembiraan.
Belajar dari Sejarah
Natal modern tidak bisa dilepaskan dari seorang tokoh yang
sangat dinanti-nantikan oleh anak-anak khususnya, yaitu Sinterklas. Walaupun
nama ini telah dijadikan ikon untuk industri pernak-pernik Natal, tetapi tokoh
ini sendiri telah menjadikan Natal sesuai dengan harapan Tuhan Yesus.
Sinterklas memiliki nama asli St. Nicholas. Ia lahir pada
abad ketiga di Desa Patara, selatan Turki. Ia berasal dari keluarga berada,
tetapi hatinya selalu tersentuh untuk berbagi pada orang miskin. Ketika masih
muda, ia sudah menetapkan diri untuk menjadi pelayan Tuhan di Kota Myra.
Salah satu pelayannya yang menjadi sangat terkenal ialah
bantuannya terhadap satu keluarga miskin yang berada dalam keadaan sulit. Ada
seorang ayah yang memiliki tiga putri yang hidup dalam kemiskinan. Karena
miskinnya, sang ayah tidak sanggup menyediakan mas kawin yang memadai bagi
ketiga putrinya. Tanpa mas kawin, ketika putrinya tidak akan menikah atau
menikah dengan pria yang kurang baik.
Dalam krisis itu, sang ayah hanya bisa berdoa kepada Tuhan.
tiba-tiba, pada malam harinya, mereka dikejutkan dengan jatuhnya sekantung emas
ke dalam rumah mereka. Malam berikutnya, sekantung emas jatuh lagi ke dalam
rumah mereka. Dan pada hari yang ketiga, hal yang sama terjadi.
Sang ayah tentu saja sangat gembira. Ia tahu bahwa yang
melakukan itu ialah Nikolas. Itulah sebabnya, ia keluar rumah dan
memberitahukan kepada setiap orang perbuatan Nikolas tersebut. sejak itu,
masyarakat desa itu tahu bahwa mereka memiliki seorang hamba Tuhan yang
mewakili Yesus Kristus dalam kehiduan sehari-hari.
Demikian pula pada setiap bulan Natal, anak-anak miskin
selalu menyampaikan keinginan mereka untuk mendapatkan sesuatu. Pada malam
Natal, bingkisan itu dilemparkan ke rumah mereka atau dijatuhkan dari atap ke
dalam rumah. Itulah sebabnya, bulan
Natal menjadi bulan kebahagiaan bagi anak-anak karena Nicolas yang menghadirkan
kehangatan dan berkat Natal bagi anak –anak dan keluarga-keluarga miskin.
Sekarang, Nicolas digantikan oleh toko-toko serba ada. Bila
Nicolas membagi-bagi hadiah, maka sekarang toko-toko membagi diskon.
Orang-orang miskin hanya bisa melihat dan tidak bisa memiliki dan
keluarga-keluarga miskin hanya bisa menatap banyak orang Kristen kaya yang
berpesta pora, sedangkan mereka tidak mendapat apa-apa. Orang-orang Kristen
membeli seragam baru, sedangkan orang-orang Kristen miskin sama sekali tidak
memiliki baju.
Keadaan ini harus dihentikan. Gereja harus belajar dari
Sinterklas. Buatlah bulan Natal menjadi bulan berbagi kebahagiaan bagi orang
yang tidak mendapatkannya.
Belajar dari Keadaan
Hari ini, kita berada pada masyarakat modern yang konsumtif,
hedonis, dan egois. Konsumtif artinya suka belanja untuk dirinya sendiri,
hedonis artinya suka mencari kenikmatan daging, dan egois artinya hanya
memikirkan dirinya sendiri dan tidak orang lain. Ini adalah roh dunia.
Gereja memiliki Roh Tuhan Yesus yang lebih suka melihat
orang lain berbahagia. Tuhan Yesus lebih suka menderita asalkan orang lain
berbahagia. Oleh karena itu, gereja harus melawan roh-roh dunia. Bila gereja
tetap egois, maka gereja akan dipandang sama dengan dunia, tetapi bila gereja
mengasihi dunia, maka orang dunia akan percaya bahwa gereja adalah wakil Tuhan
Yesus dan percaya juga bahwa Tuhan Yesus adalah Juruselamat dunia.
Orang-orang yang kurang beruntung menyampaikan doa mereka
kepada Tuhan Yesus agar Tuhan Yesus menolong mereka, seperti Tuhan Yesus
menolong para gembala dan para Majus. Oleh karena itu, Tuhan Yesus
memerintahkan gereja-Nya untuk menjadi alat-Nya membagikan sukacita bagi mereka
yang menderita, memberikan kesenangan bagi mereka yang hidup dalam penderitaan.
Orang-orang dunia tidak punya hati untuk memperhatikan orang
lain dan tidak bersedia membagi milik mereka bagi orang lain. Oleh karena itu,
gereja harus hadir mewakili Yesus Kristus untuk menolong mereka yang kurang
beruntung baik di dalam gereja maupun di luar gereja.
Tahapan Penerapan
Menjadikan bulan Natal sebagai bulan berbagi dapat dilakukan
dalam tiga tahap.
Tahap pertama ialah berbagi di lingkungan gereja sendiri.
Pengurus gereja dapat menggalang dana dari anggota jemaat yang sedang diberkati
dan memikirkan hadiah-hadiah yang dibutuhkan bagi anggota jemaat yang
membutuhkan. Dengan demikian, semua anggota jemaat akan bergembira pada bulan
Natal. Jumlah dan bentuknya tentu tidak bisa sama, tetapi semangatnya harus
sama, yaitu memberikan yang terbaik, seperti memberi kepada Tuhan Yesus
Kristus.
Tahap kedua, berbagi di lingkungan sesama orang percaya.
Misalnya, berbagi pada orang percaya yang ada di penjara, di rumah sakit, di
wilayah terkena bencana, dan di tempat-tempat yang memang membutuhkan. Anggota
jemaat perlu didorong untuk tidak terlalu memikirkan diri sendiri, melainkan
belajar untuk memikirkan orang lain yang lebih menderita dan lebih membutuhkan.
Tahap ketiga, berbagi bagi dunia. Bila pada bulan Natal gereja berbagi pada
dunia, maka pada waktunya nanti, bulan Natal akan dikenal bukan sebagai bulan
pesta pora, melainkan bulan kasih sayang sedunia atau bulan kasih Yesus Kristus,
karena pada bulan inilah gereja berbuat yang terbaik untuk sesama manusia.
Dengan cara itu, kita sudah memuliakan Tuhan Yesus Kristus dan telah
melaksanakan perintah-Nya memberitakan Injil.
Penutup
Kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang setiap tahun kita rayakan
dan pestakan adalah kesempatan terbaik untuk memuliakan nama Tuhan Yesus dengan
cara menjadikan bulan Natal sebagai bulan kasih Tuhan Yesus dengan cara membagi
kebahagiaan bagi orang-orang yang kurang beruntung dalam hidupnya. Mari kita
mulai dengan tahun ini dan terus meningkatkannya pada tahun-tahun yang akan
datang. Kita mensyukuri berkat Tuhan sepanjang tahun dan mengakhiri tahun
dengan membagi sebagian berkat Tuhan kepada orang yang membutuhkannya dan
sekaligus berharap pada tahun yang segera tiba, berkat Tuhan semakin dicurahkan
ke dalam hidup kita, keluarga kita, dan gereja kita. (esg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar